Ada dua tipe (styles) sistem hidrotermal pada lingkungan epitermal, yaitu sistem geotermal dan sistem volkanik-hidrotermal. Dua jenis endapan epitermal yang kontras dari segi kumpulan mineral alterasi dan bijihnya (sulfidasi tinggi dan sulfidasi rendah), masing-masing terbentuk pada kedua sistem berbeda ini, yang agak kontras dari segi tatanan volkaniknya (Sillitoe and Hedenquist, 2003; Hedenquist et al., 1996, 2000; Gambar 1).
1. Sistem Geotermal dan Sistem Volkanik-Hidrotermal
Sistem geotermal mengandung fluida ber-pH hampir-netral dan tereduksi, yang kondisinya setimbang dengan host-rock teralterasinya, akibat lambatnya fluida tersebut mengalir ke atas, menghasilkan sistem yang didominasi oleh batuan. Cairan di sistem ini bersalinitas rendah (< 1-2 wt % NaCl equivalent) dan kaya-gas (dominan CO2 dan H2S). Jika cairan ini keluar di permukaan, maka mata-air netral dan mendidih akan terbentuk dan mengendapkan silica sinter. Air uap-panas juga terbentuk di lingkungan ini akibat kondesasi di zona air tanah. Uap ini, jika terkondensasi di atas air tanah (vadose zone) akan membentuk blanket (”selimut”) air kaya-sulfat; dan jika terkondensasi di bawah muka air tanah, pada tepian sistem, akan membentuk air kaya-CO2. Fitur-fitur permukaan yang berasosiasi dengan zona uap-panas ini adalah steaming ground, mud volcanoes, dan collapse craters, yang teralterasi-lempung (Hedenquist et al., 2000; Cooke and Simmons, 2000).
Pada sisi yang berseberangan, sistem volkanik-hidrotermal terbentuk di lokasi yang proksimal dengan volcanic vent (Gambar 1). Ekspresi permukaannya adalah fumarola bertemperatur tinggi dengan kondensasi air yang sangat asam. Fluida asam dan teroksidasi ini jauh dari kondisi kesetimbangan dengan host-rock). Kuatnya kontrol struktur menyebabkan fluida pada sistem ini mengalir ke atas dengan cepat, menghasilkan sistem reaktif yang didominasi oleh fluida. Sumber intrusi di sistem ini bisa sangat dangkal, bahkan bisa tererupsi ke permukaan (Hedenquist et al., 1996, 2000).
Sistem volkanik-hidrotermal sangat berbeda karakternya dengan sistem geotermal pasangannya, walaupun keduanya dapat terbentuk bersamaan dan berdampingan dalam jarak yang relatif dekat. Pada beberapa kasus, terdapat zona transisi ke arah bawah dari lingkungan geotermal ke lingkungan volkanik-hidrotermal, pada kedalaman hanya 1-2 km, di mana fluida asam hipogen naik di sepanjang fractures atau retas dangkal, ke sistem geotermal yang ada di atasnya. Umumnya zona transisi ini direpresentasikan oleh zona hidrolisis, yang disebut primary neutralization (Hedenquist et al., 1996, 2000; Gambar 1).
Sistem volkanik-hidrotermal meluas mulai dari lingkungan degassing magma hingga ke fumarola dan mata-air asam, yang merupakan lingkungan pembentukan bijih porfiri dan/atau sulfidasi tinggi, sedangkan endapan bijih sulfidasi rendah terbentuk pada sistem geotermal yang dicirikan oleh cairan ber-pH netral yang termanifestasi di permukaan sebagai mata-air panas (Hedenquist et al., 1996;2000).
Gambar 1. Penampang skematik intrusi sub-volkanik dangkal dan asosiasi stratovolkanonya, serta lingkungan pembentukan endapan porfiri, dan endapan bijih epitermal sulfidasi tinggi dan sulfidasi rendah (Hedenquist et al., 1996;2000).
Sistem geotermal mengandung fluida ber-pH hampir-netral dan tereduksi, yang kondisinya setimbang dengan host-rock teralterasinya, akibat lambatnya fluida tersebut mengalir ke atas, menghasilkan sistem yang didominasi oleh batuan. Cairan di sistem ini bersalinitas rendah (< 1-2 wt % NaCl equivalent) dan kaya-gas (dominan CO2 dan H2S). Jika cairan ini keluar di permukaan, maka mata-air netral dan mendidih akan terbentuk dan mengendapkan silica sinter. Air uap-panas juga terbentuk di lingkungan ini akibat kondesasi di zona air tanah. Uap ini, jika terkondensasi di atas air tanah (vadose zone) akan membentuk blanket (”selimut”) air kaya-sulfat; dan jika terkondensasi di bawah muka air tanah, pada tepian sistem, akan membentuk air kaya-CO2. Fitur-fitur permukaan yang berasosiasi dengan zona uap-panas ini adalah steaming ground, mud volcanoes, dan collapse craters, yang teralterasi-lempung (Hedenquist et al., 2000; Cooke and Simmons, 2000).
Pada sisi yang berseberangan, sistem volkanik-hidrotermal terbentuk di lokasi yang proksimal dengan volcanic vent (Gambar 1). Ekspresi permukaannya adalah fumarola bertemperatur tinggi dengan kondensasi air yang sangat asam. Fluida asam dan teroksidasi ini jauh dari kondisi kesetimbangan dengan host-rock). Kuatnya kontrol struktur menyebabkan fluida pada sistem ini mengalir ke atas dengan cepat, menghasilkan sistem reaktif yang didominasi oleh fluida. Sumber intrusi di sistem ini bisa sangat dangkal, bahkan bisa tererupsi ke permukaan (Hedenquist et al., 1996, 2000).
Sistem volkanik-hidrotermal sangat berbeda karakternya dengan sistem geotermal pasangannya, walaupun keduanya dapat terbentuk bersamaan dan berdampingan dalam jarak yang relatif dekat. Pada beberapa kasus, terdapat zona transisi ke arah bawah dari lingkungan geotermal ke lingkungan volkanik-hidrotermal, pada kedalaman hanya 1-2 km, di mana fluida asam hipogen naik di sepanjang fractures atau retas dangkal, ke sistem geotermal yang ada di atasnya. Umumnya zona transisi ini direpresentasikan oleh zona hidrolisis, yang disebut primary neutralization (Hedenquist et al., 1996, 2000; Gambar 1).
Sistem volkanik-hidrotermal meluas mulai dari lingkungan degassing magma hingga ke fumarola dan mata-air asam, yang merupakan lingkungan pembentukan bijih porfiri dan/atau sulfidasi tinggi, sedangkan endapan bijih sulfidasi rendah terbentuk pada sistem geotermal yang dicirikan oleh cairan ber-pH netral yang termanifestasi di permukaan sebagai mata-air panas (Hedenquist et al., 1996;2000).
2. Produk Akhir (Endapan) pada Lingkungan Epitermal
Dari berbagai istilah yang selama ini telah digunakan untuk produk akhir dari kedua sistem epitermal, Hedenquist et al. (2000) memperkenalkan istilah ”low sulfidation” (sulfidasi rendah; LS) untuk endapan yang terbentuk pada sistem geotermal, dan ”high sulfidation” (sulfidasi tinggi; HS) untuk endapan yang terbentuk pada sistem volkanik-hidrotermal. Istilah-istilah ini mencerminkan tingkatan sulfidasi dari kumpulan mineral sulfidanya dan sifat-sifat fluida bijih dari kedua endapan tersebut, baik origin-nya maupun tingkat interaksi fluida-batuannya; seperti yang telah disebutkan di atas, sistem geotermal didominasi oleh batuan, dan sistem volkanik-hidrotermal didominasi oleh fluida. Tetapi, karena terdapat zona transisi di antara kedua sistem tersebut, maka Hedenquist et al. (2000) juga memperkenalkan istilah tersendiri untuk endapan transisi antara LS dan HS ini, yaitu endapan ”intermediate sulfidation” (sulfidasi menengah; IS). Endapan HS dicirikan oleh kumpulan mineral sulfida enargit-luzonit-kovelit dan pirit; endapan LS dicirikan oleh pirit-pirrotit-arsenopirit dan sfalerit kaya-Fe; dan endapan IS dicirikan oleh tennantit-tetrahedrit-kalkopirit dan sfalerit rendah-Fe (yang sebelumnya dimasukkan ke dalam kelompok LS) (Hedenquist et al., 2000; Einaudi et al., 2003; Sillitoe and Hedenquist, 2003).
Fluida asam hipogen (fluida tahap awal) yang terbentuk di lingkungan volkanik-hidrotermal (Gambar 1), me-leach batuan dan membentuk inti residu, umumnya dalam bentuk vuggy silica yang kemudian terkristalisasi menjadi kuarsa. Zona silisik ini membentuk inti dari halo alterasi advanced argillic (Gambar 2), dan berfungsi sebagai akuifer bagi fluida bijih yang terbentuk kemudian (fluida tahap akhir). Fluida bijih ini berbeda komposisinya dengan fluida tahap awal; tingkat keasaman dan oksidasinya lebih rendah, dan juga relatif lebih saline; yang mengendapkan mineral-mineral sulfida, antara lain enargi dan pirit (Tabel 2). Pada lingkungan volkanik-hidrotermal sering juga ditemui prospek barren yang terbentuk dari fluida tahap awal di bagian atas degassing intrusion, yang mengandung kumpulan alterasi silisik dan kuarsa-alunit, dan diistilahkan dengan barren lithocap (Hedenquist et al., 1998; 2000).
Gambar 2. Penampang tipikal tubuh bijih HS yang memperlihatkan zona inti silisik; inset mengilustrasikan zona alterasi ke arah luar dari inti silisik yang bertekstur vuggy-quartz tersebut. Inti silisik merupakan host utama bijih HS, walaupun zona advanced argillic juga dapat mengandung bijih, terutama jika pirofilit mendominasi zona silisiknya. Terlihat juga bahwa bagian dari advanced argillic (kuarsa-alunit) bisa terkandung di dalam inti silisik, yang terjadi karena variasi permeabilitas akibat adanya zona-zona tertentu yang tidak ter-leach secara sempurna (Hedenquist et al., 2000).
Pada lingkungan geotermal, cairan yang bertanggungjawab pada pembentukan bijih urat dan disseminasi LS (Gambar 3), bersalinitas rendah. Mineral-mineral bertingkat sulfidasi rendah yang terbentuk dari air ber-pH netral dan tereduksi ini kondisinya setimbang dengan mineral-mineral alterasi host-rock. Sedangkan salinitas cairan yang membentuk endapan IS sedikit lebih tinggi daripada yang membetuk endapan LS (Tabel 2), dan kumpulan mineral sulfidanya mengindikasikan tingkat sulfidasi yang tidak benar-benar setimbang dengan host-rock (Hedenquist et al., 2000; Cooke and Simmons, 2000).
Gambar 3. Penampang umum pola alterasi pada sistem LS, memperlihatkan variablilitas bentuk dengan bertambahnya kedalaman, dan zonasi alterasi tipikalnya, meliputi sinter, selimut alterasi uap-panas advanced argillic (AA), dan silisifikasi muka air tanah (Hedenquist et al., 2000).
Endapan HS dan LS juga sangat jelas dapat dibedakan berdasarkan mineralogi alterasi hipogennya (Tabel 1, Gambar 4). Urat kuarsa-adularia-karbonat dengan halo serisitik atau lempung sering berfungsi sebagai host pada bijih LS (Gambar 3), yang kontras dengan leached silicic host pada bijih HS yang umumnya mengandung halo kuarsa ± alunit ± pirofilit ± dikit (Gambar 2). Mineralogi alterasi silikat endapan IS umumnya mirip dengan endapan LS (Tabel 2), yang mengindikasikan bahwa endapan IS ini juga terbentuk dari fluida bijih ber-pH hampir-netral. Perbedaan antara kedua tipe endapan ini antara lain melimpahnya rodokrosit dan anhidrit pada IS, dan melimpahnya kalsedon dan adularia pada endapan LS (Hedenquist et al., 2000; Cooke and Simmons, 2000).
Tabel 1. Kumpulan mineral alterasi pada lingkungan epitermal (Hedenquist et al., 2000).
Gambar 4. Diagram skematis zoning mineralogi pada endapan epitermal sulfidasi tinggi dan sulfidasi rendah (Cooke and Simmons, 2000).
Tabel 2. Karakteristik endapan LS dan HS (Hedenquist et al., 2000).
Reference : Review Sistem Mineralisasi Epithermal di Circum Pacific - Irzal Nur (dari berbagai sumber)
0 komentar:
Post a Comment